Oleh: Denni Pinontoan
detiKawanua.com - Di bulan November tahun 2016 lalu, saat itu lagi kampaye Pilkada DKI, seorang pendeta (dari marganya dia rupanya orang Minahasa, namanya Yosua Tewu, pendeta dari GBI) menyampaikan keluhannya kepada Ahok terkait sulitnya pendirian gereja di Jakarta.
Belum banyak si pendeta berbicara, Ahok buru-buru memotongnya.
Dari 'khotbah' Ahok kepada si pendeta itu, ada hal menarik yang baik sekali jadi renungan. Ahok bilang begini, "Terus kalau saya juga bilang sama orang Kristen gitu ya. Berapa banyak orang cari uang pake jual nama Gereja?�
Si pendeta tak mampu membalas kritikan Ahok itu. Ahok orangnya memang blak-blakan. Pernyataannya itu 'pidis sekali'. Tapi Ahok benar. Tentu sebagai seorang Kristen Protestan, ia tidak bermaksud mengatakan semua pendeta atau orang Kristen begitu. Jelas dia mengatakan, "berapa banyak orang".
Ini kritik yang sangat teologis terhadap kecenderungan kalangan tertentu warga Kristen dalam bergereja. Gereja oleh kalangan ini dijadikan seperti perusahaan. Umat adalah konsumen. Gedung gereja adalah 'toko' atau bahkan 'mall' tempat transaksi: khotbah, doa, pastoral, dlsb adalah barang dan jasa yang ditukar dengan derma atau persembahan perpuluhan. Para pemimpin gerejanya adalah 'tuan-tuan' atau 'pengusaha'.
Gereja bukan lagi persekutuan berbagi kasih dan komunitas pembelajar Injil melainkan perusahaan tempat mencari untung. Mendirikan gereja oleh kalangan tertentu ini adalah cara cepat menjadi kaya.
Ahok bukan seorang pendeta, teolog atau evangelis. Namun kritiknya khas teologi reformasi. Federasi Gereja-gereja Lutheran se-Dunia dalam memperingati 500 tahun Reformasi Gereja tahun 2017 ini, salah satu temanya adalah, "Salvation is Not For Sale", keselamatan tidak untuk dijual!
Kritik Ahok ini praktis. Dia tidak perlu menulis buku tebal yang berisi uraian pemikiran teologis yang sistematis mengenai makna gereja itu. Dia hanya menyampaikan secara spontan tapi sungguh mengena pada problem gereja-gereja dewasa ini, terutama yang disebabkan oleh pemimpin gerejanya yang telah menjadikan gereja sebagai sarana rebut merebut jabatan, demi antara lain untuk memperkaya diri.
Kalau gereja sudah diperlakukan begitu, maka sesungguhnya sedang terjadi pengkhianatan terhadap Injil dan dasar berdirinya gereja untuk menjalankan misi Allah menghandirkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Semangat reformasi Luther dkk memberi pesan, bahwa gereja yang sudah 'diekspoitasi' seperti itu oleh elitnya, perlu dibaharui. #
Belum banyak si pendeta berbicara, Ahok buru-buru memotongnya.
Dari 'khotbah' Ahok kepada si pendeta itu, ada hal menarik yang baik sekali jadi renungan. Ahok bilang begini, "Terus kalau saya juga bilang sama orang Kristen gitu ya. Berapa banyak orang cari uang pake jual nama Gereja?�
Si pendeta tak mampu membalas kritikan Ahok itu. Ahok orangnya memang blak-blakan. Pernyataannya itu 'pidis sekali'. Tapi Ahok benar. Tentu sebagai seorang Kristen Protestan, ia tidak bermaksud mengatakan semua pendeta atau orang Kristen begitu. Jelas dia mengatakan, "berapa banyak orang".
Ini kritik yang sangat teologis terhadap kecenderungan kalangan tertentu warga Kristen dalam bergereja. Gereja oleh kalangan ini dijadikan seperti perusahaan. Umat adalah konsumen. Gedung gereja adalah 'toko' atau bahkan 'mall' tempat transaksi: khotbah, doa, pastoral, dlsb adalah barang dan jasa yang ditukar dengan derma atau persembahan perpuluhan. Para pemimpin gerejanya adalah 'tuan-tuan' atau 'pengusaha'.
Gereja bukan lagi persekutuan berbagi kasih dan komunitas pembelajar Injil melainkan perusahaan tempat mencari untung. Mendirikan gereja oleh kalangan tertentu ini adalah cara cepat menjadi kaya.
Ahok bukan seorang pendeta, teolog atau evangelis. Namun kritiknya khas teologi reformasi. Federasi Gereja-gereja Lutheran se-Dunia dalam memperingati 500 tahun Reformasi Gereja tahun 2017 ini, salah satu temanya adalah, "Salvation is Not For Sale", keselamatan tidak untuk dijual!
Kritik Ahok ini praktis. Dia tidak perlu menulis buku tebal yang berisi uraian pemikiran teologis yang sistematis mengenai makna gereja itu. Dia hanya menyampaikan secara spontan tapi sungguh mengena pada problem gereja-gereja dewasa ini, terutama yang disebabkan oleh pemimpin gerejanya yang telah menjadikan gereja sebagai sarana rebut merebut jabatan, demi antara lain untuk memperkaya diri.
Kalau gereja sudah diperlakukan begitu, maka sesungguhnya sedang terjadi pengkhianatan terhadap Injil dan dasar berdirinya gereja untuk menjalankan misi Allah menghandirkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Semangat reformasi Luther dkk memberi pesan, bahwa gereja yang sudah 'diekspoitasi' seperti itu oleh elitnya, perlu dibaharui. #
ConversionConversion EmoticonEmoticon